Para ulama sepakat bahwa menyentuh lawan jenis yang bukan mahram(orang yang bukan dinikahi) jika menimbulkan syahwat maka hukumnya adalah haram. begitu juga kalau khawatir akan menimbulkan fitnah, meskipun pada mahramnya sendiri maka ini juga dilarang. diantara dalil yang menjelaskan perihal tersebut, seperti hadist Rasul: "sesungguhnya kalaupun harus ditusuk dengan jarum besi dikepala seseorang, itu masih lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan halal baginya". (HR.Thabrani dan Baihaqi). akan tetapi pada kondisi sebaliknya, yaitu tanpa ada tujuan adanya syahwat atau nafsu, dan aman dari fitnah jika itu terjadi pada mahram, maka hukumnya mubah(boleh). bahkan, bisa menjadi wajib bila itu terjadi dalam keadaan darurat seperti seorang dokter yang mengobati pasienya. namun meski demikian, demi menjunjung tinggi nilai etika pergaulan dalam islam, terutama saat bergaul dengan lawan jenis, maka lebih baik untuk tidak melakukan kontak fisik secara langsung dengan yang bukan mahram, sebagai pertimbangan agar tidak terjadi fitnah yang bisa menimbulkan dosa.
Mengenai batal atau tidaknya wudhu' jika bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan merupakan mahram, disini ulama berbeda pendapat:
1. Batal, dalam segala kondisi. baik itu sengaja atau tidak sengaja, bersyahwat atau tidak. jika ia menyentuhnya maka harus memperbarui wudhu' kembali. karena mereka memahami yang dimaksud dengan menyentuh disini adalah adanya sekedar kontak fisik antara kulit dengan kulit.
2.Tidak batal, dalam segala kondisi.baik itu disengaja, bersyahwat atau tidak. jika hanya bersentuhan kulit dengan yang bukan mahram, maka tidak perlu memperbarui wudhu'nya. karena mereka memahami yang disebut menyentuh disini adalah jima'(hubungan intim).
3. Batal jika disertai dengan syahwat. jika sentuhan itu menimbulkan syahwat, baik orang yang disentuh itu merupakan mahram atau bukan, anak-anak atau dewasa, yang masih hidup atau sudah mati maka wudhu'nya batal dan harus memperbarui wudhu'nya. namun, jika tidak menimbulkan syahwat maka tidak batal.
4. Batal jika ada unsur kesengajaan, terlebih lagi jika menimbulkan syahwat. artinya, meskipun tidak menimbulkan syahwat ketika bersentuhan namun karena adanya unsur kesengajaan maka wudhu'nya tetap batal.
dari keempat pendapat tersebut, boleh saja kita mengikuti salah satu diantaranya sesuai yang berlaku dalam masyarakat kita. namun, yang terbaik bagi kita adalah mengikuti pendapat yang pertama agar lebih berhati-hati. sebab kalaupun batal, bukan merupakan hal yang sulit untuk memperbarui wudhu' kembali. bahkan lebih utama karena sering berwudhu'. Wallahua'lam bisshawab.
super sekali...
BalasHapus